Upacara Adat Labuh Saji dari Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi
Seperti halnya upacara – upacara adat lainnya, Upacara Labuh Saji hidup dan berkembang di Palabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat. Upacara adat ini merupakan bentuk nyata perilaku masyarakat nelayan yang menjunjung tinggi para leluhur mereka. Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Suci yang memberi kesejahteraan dan keberkahan kepada mereka.
Secara turun temurun Upacara adat labuh saji digelar oleh para nelayan di Palabuhan Ratu, hal ini bertujuan untuk memberikan penghormatan kepada seorang putri yang mempunyai kepedulian terhadap masyarakat nelayan. Sebut saja Nyi Putri Mayangsagara. ia merupakan seorang putri yang memulai melakukan upacara labuh saji sebagai tradisi setiap tahun, tradisi ini digelar sejak abad ke-15 yang berfungsi memberikan kado atau hadiah kepada Nyi Roro Kidul. Nyi Roro Kidul dipercaya sebagai penguasa laut selatan pada waktu itu. Putri Mayangsagara melakukan upacara ini dimaksudkan agar pekerjaan mereka sebagai nelayan mendapat kesejahteraan.
Seiring dengan sejarah dan perkembangan informasi, dari mitos yang berkembang mengatakan, bahwa Nyi Putri Mayangsagara merupakan keturunan penguasa kerajaan Dadap Malang (kini masuk wilayah Desa Loji, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi) yaitu Raden Kumbang Bagus Setra dan Ratu Puun Purnamasari. Bagus Setra Sendiri merupakan keturunan Kerajaan Pakuan (Bogor) yang meninggalkan kerajaannya karena konflik, sehingga memilih tinggal di Dadap Malang.
Mitos atau sejarah tersebut sampai sekarang terus di abadika dalam perayaan syukur nelayan, dalam upacara ini ditampilkan sepasang ayah dan putrinya yang menggambarkan Mayangsagara dan Bagus Setra yang diarak dari Pendapa Kabupaten Sukabumi ke dermaga Palabuhan Ratu. Dengan naik delman Mayangsagara dan Bagus Setra menjadi pusat perhatian ribuan pengunjung dalam setiap kali perayaan syukuran nelayan.
Upacara adat ini diselenggarakan di Kelurahan Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi, dan dilaksanakan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan). Sesuai dengan kepercayaan mereka, para nelayan dan masyarakat serta aparat pemerintah dalam ritual ini melabuh/menjatuhkan sesajen ke laut dengan harapan agar hasil tangkapan berlimpah setiap tahun dan memelihara hubungan baik dengan Nyi Roro Kidul. Benih ikan, Benur (bibit udang), dan Tukik (anak penyu) adalah sesajen yang di labuhkan atau di tebar ke tengah teluk Pelabuhan Ratu sebagai pengganti dari kepala kerbau/kambing di masa sebelumnya. dengan harapan laut Palabuhanratu tetap subur dan memberikan banyak ikan bagi setiap nelayan yang turun ke laut, Untuk itulah, nelayan menebarkan tukik ke laut sebab Tukik dan sidad adalah wujud kesuburan laut.
Agar mudah mengakses Blog ini di smartphone, klik ikon 3 titikdi browser Chrome kemudian pilih "Tambahkan ke layar utama".