Skip to main content

Budaya Indonesia

follow us

Kisah Tragedi Cinta dan Keindahan Alam Gunung Semeru

Gunung Semeru terkenal sebagai gunung tertinggi di Pulau Jawa. Ketinggian dari gunung ini adalah 3676 m dari permukaan laut. Puncak gunung ini dikenal dengan sebutan Mahameru. Pada musim kemarau, suhu di Mahameru dapat turun hingga minus 0 derajat Celcius. Oleh karenanya, Kristal es merupakan pemandangan yang biasa terjadi di kawasan tersebut. Di puncak gunung ini terdapat kawah vulkanik bernama Jonggring Saloko yang mengeluarkan belerang dan gas beracun. Karena keberadaan gas beracun tersebut, pendaki dilarang untuk menuju area kawah melalui sisi selatan. Anda dapat menemukan gunung ini di perbatasan antara Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang di Jawa Timur. Untuk melestarikan keindahan alam dan potensi wisatanya, gunung ini dimasukan ke dalam Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru merupakan kawasan seluas lebih dari 50 ribu hektar tanah yang berupa pegunungan dan lembah. Selain Gunung Semeru, di kawasan taman nasional ini juga terdapat gunung lain seperti Gunung Bromo, Gunung Batok, Gunung Widodaren dan Gunung Watangan. Empat danau yang mencakup Ranu Darungan, Ranu Kumbolo, Ranu Regulo dan Ranu Pani juga termasuk dalam kawasan taman wisata tersebut. Di kawasan gunung tersebut terdapat vegetasi berupa pohon akasia, pinus dan cemara. Bunga yang khas dari gunung ini adalah Bunga Edelweiss.


Jalur Pendakian yang Panjang
Rute pendakian Gunung Semeru menjadi sasaran para pecinta petualangan karena setiap bagian dari jalur tersebut menawarkan tantangan tersendiri. Rute awal pendakian dimulai dari Ranu Pani. Di kawasan pendakian ini, dapat Anda temui warung, penginapan sederhana dan pos pendakian. Perjalanan dapat dilanjutkan menuju Ranu Kumbolo. Dalam perjalanan ke sana, pendaki akan menemukan tanjakan yang cukup panjang dan tidak terlalu curam. Kita akan membahas tentang tanjakan yang istimewa ini nanti. Setelah sampai di Ranu Kumbolo, para pendaki disarankan untuk mengisi persediaan air mereka. Sumber air selanjutnya yang berada di Kalimati jaraknya cukup jauh. Membawa persediaan air yang cukup akan membantu pendaki agar tidak kehausan dalam perjalanan.
Rute pendakian menuju Kalimati akan melewati pos pendakian yang berada di Jambangan. Meskipun Gunung Semeru masih sangat jauh dari kawasan tersebut, namun Puncak Mahameru sudah dapat terlihat keindahannya. Setelah sampai di Kalimati, tujuan pendakian selanjutnya adalah menuju Arcopodo. Akan tetapi, pendaki disarankan untuk berkemah di Kalimati terlebih dahulu. Para pendaki akan memerlukan stamina yang banyak untuk dapat mengakses lokasi Arcopodo. Pendakian dilakukan pada dini hari ketika matahari belum bersinar terik dimana pukul 24:00 malam dan 01:00 dini hari merupakan waktu yang ideal untuk melanjutkan perjalanan menuju Puncak Mahameru.


Arcopodo sendiri berupa tanah datar yang cukup luas di lereng Gunung Semeru. Para pendaki sering memanfaatkan kawasan ini sebagai tempat beristirahat yang terakhir sebelum sampai di Puncak Mahameru. Nama unik yang dimiliki oleh tempat ini akan kita bahas nanti. Perjalanan menuju puncak bukanlah hal yang mudah. Suhu yang relatif dingin dan tanah yang labil cukup menguras stamina. Pendaki sering diperingatkan untuk berhati-hati karena setiap beberapa menit sekali kawah Jonggring Saloka menyemburkan debu vulkanik ke langit. Dari Arcopodo, perjalanan menuju Puncak Mahameru memakan waktu kurang lebih lima jam. Kekuatan fisik dari para pendaki menentukan kecepatan perjalanan tersebut. Sesampainya di Puncak Mahameru, pendaki dapat menikmati Gunung Bromo, Gunung Arjuno dan Gunung Welirang.

Mitos Tanjakan Cinta dan Misteri Patung Kembar
Seperti yang telah disebutkan dalam rute pendakian Gunung Semeru, perjalanan menuju Ranu Kumbolo melewati tanjakan yang cukup panjang namun tidak curam. Diantara para pendaki gunung, tanjakan tersebut terkenal dengan sebutan Tanjakan Cinta. Tanjakan ini mendapat nama demikian bukan hanya karena bentuknya yang menyerupai bentuk hati, melainkan juga karena kisah cinta tragis yang terjadi di kawasan tersebut. Konon kabarnya, ada sepasang kekasih yang sedang mendaki melewati tanjakan tersebut. Sang pria berjalan di depan dan diikuti oleh sang gadis di belakangnya. Tanpa disadari sang pria, kekasihnya ternyata pingsan dan terguling hingga tewas. Kejadian tersebut diabadikan menjadi nama tanjakan tersebut.
Terdapat dua versi mitos yang berkembang di antara para pendaki tentang keberadaan Tanjakan Cinta tersebut. Mitos yang pertama menyebutkan apabila ada seseorang yang sedang jatuh cinta mendaki tanjakan tersebut tanpa menoleh ke belakang, maka kisah cintanya akan memiliki akhir yang bahagia. Sedangkan mitos yang lain menyebutkan bahwa pendaki yang melewati tanjakan tersebut sambil membayangkan orang yang dicintainya, maka orang yang dibayangkan juga akan berakhir mencintainya. Entah apakah mitos tersebut benar atau tidak, yang jelas Tanjakan Cinta menawarkan keindahan yang patut untuk dinikmati.
Selain kisah cinta yang tragis di tanjakan tersebut, jalur pendakian menuju Gunung Semeru juga menyimpan mitos yang menyeramkan. Salah satu pos di jalur pendakian adalah Arcopodo. Secara etimologis, kata “arco” berarti “arca” atau patung batu, sedangkan kata “podo” berarti “sama”. Arcopodo diartikan sebagai sepasang patung batu kembar. Konon kabarnya, Arcopodo dibuat oleh prajurit dari Kerajaan Majapahit. Namun sayangnya, hanya pendaki yang memiliki indra keenam saja yang mampu melihat arca gaib tersebut. Pendaki yang melihatnya pun memiliki deskripsi yang berbeda tentang bentuk arca. Sebagian mengatakan ukurannya tidak lebih dari tinggi anak kecil, sedangkan yang lain mengatakan bahwa arca tersebut berukuran cukup besar sehingga dapat dilihat dari kejauhan.


Legenda Deretan Pegunungan di Pulau Jawa
Legenda awal mula Gunung Semeru tertulis di Kitab Tantu Pagelaran yang berasal dari abad ke-15. Dalam kitab tersebut diceritakan bahwa pada awal penciptaan, Pulau Jawa terombang-ambing mengambang di lautan luas. Karena tanahnya terguncang keras dan terjadi bencana, para Dewa memutuskan untuk memaku Pulau Jawa dengan lempeng benua agar tidak terombang-ambing lagi. Untuk melakukan hal tersebut, mereka mengambil Gunung Meru yang berada di India dan memindahkannya ke atas Pulau Jawa.
Gunung tersebut merupakan cikal bakal Gunung Semeru. Dalam cerita tersebut, Dewa Wisnu merubah dirinya menjadi seekor kura-kura raksasa untuk menggendong gunung tersebut di atas cangkangnya. Dewa Brahma turut membantu dengan merubah dirinya menjadi seekor ular yang mengikat gunung tersebut ke tubuh kura-kura agar tidak terjatuh. Dari India, kura-kura jelmaan Dewa Wisnu sampai di bagian Barat Pulau Jawa. Namun, ketika Gunung Meru dipakukan di bagian tersebut, bagian Timur Pulau Jawa terangkat. Agar seimbang, Gunung Meru dipindahkan ke bagian Timur. Akan tetapi ketika dibawa melintasi pulau, sebagian dari gunung tersebut tercecer dari Barat ke Timur dan menciptakan rangkaian pegunungan.
Sayangnya, setelah sampai di bagian Timur, kondisi Pulau Jawa tetap tidak stabil. Untuk menjaga agar tetap stabil, Gunung Maru dibagi menjadi dua bagian. Potongan gunung tersebut ditempatkan di Barat Laut, bagian inilah yang kemudian berubah menjadi Gunung Pananggungan. Sedangkan bagian utama dari Gunung Meru ditempatkan di lokasi yang sekarang dikenal sebagai Gunung Semeru. Puncak Mahameru didiami oleh Dewa Shiwa. Dalam perjalanannya, Dewa Shiwa melihat pohon Jawawut tumbuh di Pulau Jawa. Dari kata “Jawawut” itulah diambil nama “Jawa” yang menjadi nama pulau tersebut hingga sekarang.
Agar mudah mengakses Blog ini di smartphone, klik ikon 3 titikdi browser Chrome kemudian pilih "Tambahkan ke layar utama".

You Might Also Like: