Skip to main content

Budaya Indonesia

follow us

Tari Kipas Pakarena, Tari Tradisional dari Gowa

Ada yang tahu tari tradisional dari daerah Suawesi Selatan? Sulawesi Selatan merupakan salah satu wilayah propinsi Indonesia yang berada di Pulau Sulawesi, sama halnya dengan wilayah lainnya, Sulawesi Selatan merupakan wilayah yang memiliki kebudayaan yang berkembang, baik di kalangan masyarakatnya sendiri dan di luar daerah. Salah satu tari tradisional Sulawesi Selatan yang terkenal adalah Tari Kipas Pakarena. Istilah Tari Kipas mungkin tidak asing lagi terngian di telinga kita, namun kita sedikit kalangkabut kalau di tanya asal mula tari kipas itu sendiri. Gowa, Sulawesi Selatan merupakan satu wilayah asal yang mengembangkan tari tradisional Kipas Pakarena, istilah pakarena diambil dari bahasa setempat “Karena” yang berarti main, Masyarakat Gowa merupakan masyarakat yang tinggal di daerah bekas kekuasaan kerajaan Gowa. Tari Kipas Pakarena merupakan salah satu bukti kekuatan tradisi masyarakat Gowa yang masih dipercaya dan dipertahankan sebagai warisan budaya yang tidak ternilai harganya. 


Makna yang terkandung dalam Tari Kipas Pakarena. 
      Kelembutan,kesantunan, kesetiaan, kepatuhan dan sikap hormat perempuan Gowa terhadap laki-laki merupakan ekspresi yang tercermin dalam Tari kipas pakarena, sehingga dalam setiap pola gerakan dalam tarian kipas pakarena memiliki makna tersendiri. Dari awal sampai akhir tarian ini memiliki makna sikap atau pandangan hidup masyarakat gowa. Pada awala dan akhir, tari ini mengambil posisi duduk, hal ini menmberikan tanda atau makna rasa hormat dan santun para penari., dalam tarian inipun terdapat pola gerakan memutar yang bermakna siklus hidup manusia yang selalu berputar, pola gerakan memutar yang dimainkan adalah gerakan memutar searah jarum jam. Selain itu pola gerakan yang diperagakan dalam tarian ini terdapat gerakan naik turun yang member lambang kehidupan manusia yang kadang berada di bawah dan kadang di atas, pola gerakan ini mengingatkan akan pentingnya kesabaran dan keasadaran manusia dalam mengahadapi kehidupan istilah lain masyarakat gowa untuk makna gerakan ini, bahwa hidup tidak selamanya senang, bahagia, untung dll, namun manusiapun kadang berada dalam kondisi sedih, susah, rugi dll, sehingga manusia harus memiliki kesabaran tatkala dia berada dalam posisi yang tidak mengenakan dan tidak sombong dalam posisi menguntungkan, tawakal itulah makna yang tepat dalam gerakan naik turun.
       Dalam mempertunjukkan tarian Kipas Pakarena ini, para penari diiringi oleh kelompok musik yang dikenal dengan nama gondrong rinci. Kelompok ini beranggotakan 7 orang pemain musik yang semuanya adalah kaum pria. Iringan musik ini tentu tidak ada bedanyan dengan musik tradisional pada umumnya, namun dalam cara memainkan musiknya yang menjadi pembeda sekaligus rangkaian khas budaya ini. Selain tugasnya mengiringi para penari dengan tabuhan gandrang dan tiupan seruling sebagai pengatur irama musik, anggota para pemain musik inipun harus memainkan alat musik sambil melakukan gerakan, terutama gerakan kepala. Setiap hentakan dari tabuhan gandrang dari pengiring musik melambangkan watak lelaki Gowa yang keras. Tarian Kipas Pakarena memiliki aturan yang cukup unik, di mana penarinya tidak diperkenankan membuka matanya terlalu lebar, sementara gerakan kakinya tidak boleh diangkat terlalu tinggi. Tarian ini biasanya berlangsung selama sekitar dua jam, jadi penarinya dituntut untuk memiliki kondisi fisik yang prima, selain itu menjaga nilai-nilai kesopanan.
       Sejarah tidak mencatat dengan pasti bagaiman tarian ini muncul dan siapa yang menciptakannya, namun terlepas dari itu, apresiasi diberikan kepada masyarkat gowa yang membesarkan dan menjaga budaya ini. Menurut mitos, tarian Pakarena berawal dari kisah perpisahan antara penghuni boting langi (negeri khayangan) dengan penghuni lino (Bumi) pada zaman dahulu. Konon sebelum berpisah, penghuni boting langi sempat mengajarkan bagaimana cara menjalani hidup, bercocok tanam, beternak, dan berburu kepada penghuni lino, melalui gerakan-gerakan badan dan kaki. Selanjutnya, gerakan-gerakan itu pula yang dipakai penghuni lino sebagai ritual untuk mengungkapkan rasa syukur kepada penghuni boting langi. Hiburan sudah pasti, namun kepercayaan masyarakt Gowa terhadap pertunjukkan tari ini tidaklah menampilkan nilai hiburan semata, namun mereka menganggap tarian ini sebagi wujud rasa syukur, sehingga pertunjukkan ini lebih sering dipertunjukkan pada perhelatan acara adat. Untuk kostum yang digunakan penarinya adalah, baju pahang (tenunan tangan), lipa’ sa’be (sarung sutra khas Sulawesi Selatan), dan perhiasan-perhiasan khas Kabupaten Selayar. Pada Tahun 2007, Tari Pakarena Gantarang mewakili Sulawesi Selatan dan Indonesia pada Acara Jembatan Budaya 2007 Indonesia–Malaysia di Kuala Lumpur Convention Centre (KLCC). Itulah sekilas informasi tentang Tari Tradisional asal Sulawesi Selatan, Bangsa Indonesia berharap budaya-budaya bangsa sebagai jati bangsa ini tetap lestari mengakar di bumi pertiwi yang mencerminkan bangsa yang mandiri. Salam Budaya.
Agar mudah mengakses Blog ini di smartphone, klik ikon 3 titikdi browser Chrome kemudian pilih "Tambahkan ke layar utama".

You Might Also Like: